Empat Lawang, Sumsel – 5 Desember 2024
Humas DPP Bakornas, Feri Indra Leki,SPSc.CLAD.CLDS. memberikan klarifikasi atas tuduhan yang dilontarkan oleh dr. Rahmat terkait dugaan pemerasan dan pencemaran nama baik. Tuduhan ini mencuat setelah Feri melaporkan Klinik Syafa Medika Rawat Inap ke Polres Empat Lawang pada 2022 atas dugaan tidak adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan tidak ada izin di tahun 2022 yang merupakan syarat wajib operasional klinik.
Klarifikasi Feri soal Laporan IPAL
Feri menjelaskan bahwa laporan terhadap Klinik Syafa Medika dibuat untuk memastikan klinik tersebut mematuhi aturan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yang mewajibkan fasilitas kesehatan memiliki IPAL untuk mengelola limbah medis dan mencegah pencemaran lingkungan.
“Laporan ini adalah langkah kami untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Tidak ada maksud pribadi, apalagi pemerasan. Semua pihak, termasuk fasilitas kesehatan, harus tunduk pada aturan hukum,” tegas Feri.
Ketidakpatuhan terhadap aturan ini melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional.
Penolakan terhadap Tuduhan Pemerasan
Feri membantah keras tuduhan yang menyebut dirinya memeras uang puluhan juta rupiah dari dr. Rahmat dengan ancaman mempublikasikan pelanggaran di klinik. Tuduhan tersebut disebutnya sebagai fitnah yang tidak berdasar.
“Saya tidak pernah meminta uang atau melakukan pemerasan dalam bentuk apa pun. Semua tindakan saya didasarkan pada aturan hukum. Jika ada tuduhan seperti itu, saya menantang untuk membuktikannya di meja hijau,” ujar Feri.
Feri juga menegaskan bahwa dirinya tetap konsisten menolak permintaan dr. Rahmat untuk mencabut laporan, meskipun dr. Rahmat bersama sejumlah pihak berulang kali mendatangi kediamannya.
Kronologi Pertemuan
Feri menjelaskan bahwa dr. Rahmat mendatangi kediamannya hingga lima kali untuk membicarakan pencabutan laporan. Pada salah satu pertemuan, dr. Rahmat menyebut bahwa ada oknum polisi yang meminta uang sebesar Rp 50 juta terkait kasus tersebut. Feri menyatakan tidak mengetahui hal itu dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.
Pada pertemuan lainnya, dr. Rahmat dengan serius memohon agar laporan dicabut demi menjaga keberlangsungan kliniknya. Namun, Feri tetap bersikukuh bahwa laporan tersebut adalah langkah yang sesuai prosedur hukum.
“Dia memohon kepada saya agar mencabut laporan itu. Namun, saya tegaskan bahwa ini adalah masalah hukum yang harus diselesaikan sesuai aturan. Klinik harus memenuhi syarat wajib, termasuk memiliki IPAL,” kata Feri.
Bukti Dugaan Suap dan Pelanggaran
Menanggapi laporan balik dari dr. Rahmat ke Polda atas dugaan pemerasan, Feri menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar. Ia menyatakan bahwa dirinya memiliki bukti berupa video yang menunjukkan adanya dugaan suap dari dr. Rahmat kepada oknum aparat Polres Empat Lawang.
“Video itu saya simpan sebagai bukti yang menunjukkan ada pelanggaran serius. Saya siap membawanya ke hadapan hukum jika diperlukan,” ujar Feri.
Sanksi Hukum bagi Pelanggar
Feri menegaskan bahwa dirinya bertindak sesuai hukum dan siap menghadapi proses hukum yang berjalan. Ia juga mengingatkan bahwa pihak yang terbukti bersalah dapat dijerat dengan sanksi pidana, antara lain:
1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk pelanggaran terkait IPAL.
2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bagi pemberi dan penerima suap.
3. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), untuk tuduhan pencemaran nama baik atau fitnah.
“Saya tegaskan sekali lagi, laporan ini murni untuk menegakkan aturan. Tuduhan pemerasan atau fitnah terhadap saya adalah bentuk pembelokan fakta yang tidak dapat saya terima,” tutup Feri.
Narasumber : Ferri ( Bakornas )
Social Header